Sekilas memang tidak ada yang istimewa dari sosok Sudino. Seperti kebanyakan orang yang tinggal di desa, penampilan dan bawaan badannya sungguh lugas dan sederhana. Kaus dan kain sarung menjadi pakaian sehari-hari kakek 79 tahun tersebut.
Saat ditemui dikediamanya, ratusan buku dari berbagai disiplin ilmu berderet di atas rak tamu ruangan tamu miliknya. Hal tersebut menggambarkan sosok Sudirno memiliki segudang disiplin ilmu. DIa mengatakan buku-buku itu adalah meninggalannya sewaktu kuliah.
Dilangsir dari detik.com, dia berceloteh ringan “Jangan-jangan saudara ke sini mau mengkap saya. Kan saya bisa bikin uang.” Sudirno memang sosok yang humoris.
Sudirno adalah salah satu anak bangsa yang berjasa dalam pembuatan uang rupiah. Pekerjaan yang dijalaninya adalah perancang gambar uang kertas. Namanya pun terabadikan di atas salah satu uang pecahan Rp 1.000 yang bergambar dr Sutomo dan uang Rp 10rb bergambar RA Kartini yang di terbitkan pada tahun 1980.
Perjalanan Sudirno berawal pada tahun 1965. Waktu itu Sudirno muda baru saja menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas disalah satu sekolah yang ada di Madiun. Setelah lulus, dia berniat mencari perkerjaan di Jakarta.
Selama berada di ibu kota, kala itu dia tinggal di sebuah asrama Brimob yang merupakan tempat tinggal salah satu rekan kakaknya yang juga bersatus sebagai Brimob. Urusan melamar pekerjaan pun dirinya hanya bermodalkan keyakinan yang kuat.
“Waktu itu, pekerjaan saya muter-muter dan juga bantu-bantu orang sekitar asrama,” sebuah kenagan yang tak terlupakan tentang masa sulit hidup di perantauan.
Suatu hari, di Jakarta Selatan, bangunan yang bertuliskan “Percetakan Kebayoran” dia menghentikan langkah kakinya setelah lama berjalan. Bermodalkan ijazah SMA dan keterampilan menggambar, Sudirno dengan menegaskan kedatangannya dnegan maksud melamar pekerjaan.
Rezeki memang tidak terkukar, ternyata kantor yang dulu menjadi Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia (Perum Peruri) sedang mencarri seorang karyawan.
“Waktu itu saya menggambar Jenderal Sudirman”, pungkasnya menjelaskan tes masuk yang diberikan oleh perusahaan tersebut. Ini menjadi awal mula dia bekerja di perusahaan tersebut.
Sebagai perkerja baru, tugas utamanya adalah membantu bersih-bersih ruangan. Diselah pekerjaannya, dia mendapatkan tugas membuat desain interior rumah. Sudirno seperti menemukan dunia yang baru.
Kecintaannya pada seni menggambar membuatnya belajar menikmati sebuah proses. Hingga dia pensiun tahun 2000, daia tetap menjalani hobi menggambarnya.
Diselah kesibukannya di perusahaan tersebut, Sudirno juga menjalani perkuliahan di Sekolah Tinggi Grafika Indonesia hingga dia berhasil lulus dengan gelar Insinyur Teknik Grafika.
Banyak sudut pejalanan yang terlewatkan jika dikutip dari ceritanya. Usia membuatnya kesulitan untuk mengingat perjalannya. Namun, kekosongan itu sudah terjawab dengan sederetan piagam dan penghargaan yang terpajang rapi di dinding rumahnya. Beberapa potret Sudirno muda berdasi juga menjadi saksi perjalanan hidupnya.
Sekarang, Sudarmo memilih menikmati hari tua di kampung halamannya. Di Dusun Selur, Desa Petungsinarang Kecamatan Bandar, Pacitan. Sebuah desa yang sunyi nan damai. Disanalah menjandi tempat perlabuhannya setelah sempat singgah di banyak tempat di dunia untuk tugas negara seperti Amerkia, Rusia, Inggris, serta sebagian besar negara di Asia dan Afrika.
“Pesan saya untuk generasi muda, jangan tinggal diam! Tiap sehari semalam harus ada yang bisa kita lakukan untuk bangsa kita,” ucap Sudirno penuh rasa Negarawan.